PENDAHULUAN
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1
atau lebih parameter sel darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau
jumlah sel darah merah. Menurut kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di
bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Berdasarkan kriteria WHO
yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar
hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria
ini digunakan untuk evaluasi anemia pada penderita dengan keganasan. Anemia
merupakan tanda adanya penyakit. Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal
dan harus dicari penyebabnya. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi penderita anemia.
GEJALA KLINIS
Gejala dan tanda anemia bergantung pada
derajat dan kecepatan terjadinya anemia, juga kebutuhan oksigen penderita.
Gejala akan lebih ringan pada anemia yang terjadi perlahan-lahan, karena ada
kesempatan bagi mekanisme homeostatik untuk menyesuaikan dengan berkurangnya kemampuan
darah membawa oksigen. Gejala anemia disebabkan oleh 2 faktor:
§ Berkurangnya
pasokan oksigen ke jaringan
§ Adanya
hipovolemia (pada penderita dengan perdarahan akut dan masif )
Pasokan oksigen dapat dipertahankan pada
keadaan istirahat dengan mekanisme kompensasi peningkatan volume sekuncup,
denyut jantung dan curah jantung pada kadar Hb mencapai 5 g% (Ht 15%). Gejala
timbul bila kadar Hb turun di bawah 5 g%, pada kadar Hb lebih tinggi selama
aktivitas atau ketika terjadi gangguan mekanisme kompensasi jantung karena
penyakit jantung yang mendasarinya. Gejala utama adalah sesak napas saat
beraktivitas, sesak pada saat istirahat, fatigue, gejala dan tanda keadaan
hiperdinamik (denyut nadi kuat, jantung berdebar, dan roaring in the ears). Pada
anemia yang lebih berat, dapat timbul letargi, konfusi, dan komplikasi yang
mengancam jiwa (gagal jantung, angina, aritmia dan/atau infark miokard).
Anemia yang disebabkan perdarahan akut berhubungan
dengan komplikasi berkurangnya volume intraseluler dan ekstraseluler. Keadaan
ini menimbulkan gejala mudah lelah,
lassitude (tidak bertenaga), dan
kram otot. Gejala dapat berlanjut menjadi postural dizzines, letargi, sinkop;
pada keadaan berat, dapat terjadi hipotensi persisten, syok, dan kematian.
PENYEBAB
Terdapat
dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia:
§ Pendekatan
kinetik
Pendekatan
ini didasarkan pada mekanisme yang berperan dalam turunnya Hb.
§ Pendekatan
morfologi
Pendekatan ini
mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Mean corpuscular
volume/MCV) dan respons retikulosit.
Pendekatan kinetik
Anemia
dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen:
o
Berkurangnya produksi sel darah merah
o
Meningkatnya destruksi sel darah merah
o
Kehilangan darah.
a. Berkurangnya
produksi sel darah merah
Anemia
disebabkan karena kecepatan produksi sel darah merah lebih rendah dari
destruksinya. Penyebab berkurangnya produksi sel darah merah:
· Kekurangan
nutrisi: Fe, B12, atau folat; dapat disebabkan oleh kekurangan diet, malaborpsi
(anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defisiensi Fe)
· Kelainan
sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia, mielodisplasia, infiltrasi
tumor)
· Supresi
sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi)
· Rendahnya
trophic hormone untuk stimulasi produksi sel darah merah (eritropoietin pada
gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme])
· Anemia
penyakit kronis/anemia inl amasi, yaitu anemia dengan karakteristik
berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi
Fe dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari makrofag,
berkurangnya kadar eritropoietin (relatif ) dan sedikit berkurangnya masa hidup
erirosit.
b. Peningkatan
destruksi sel darah merah
Anemia
hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya masa hidup sel
darah merah (kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah
110-120 hari. Anemia hemolitik terjadi bila sum-sum tulang tidak dapat
mengatasi kebutuhan untuk menggganti lebih dari 5% sel darah merah/hari yang
berhubungan dengan masa hidup sel darah merah kira-kira 20 hari.
Pendekatan morfologi
Penyebab anemia dapat diklasifikasikan
berdasarkan ukuran sel darah merah pada apusan darah tepi dan parameter
automatic cell counter. Sel darah merah normal mempunyai volume 80-96
femtoliter (1 fL = 10-15 liter) dengan diameter kira-kira 7-8 micron, sama
dengan inti limfosit kecil. Sel darah merah yang berukuran lebih besar dari
inti limfosit kecil pada apus darah tepi disebut makrositik. Sel darah merah
yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut mikrositik.
Automatic cell counter memperkirakan volume sel darah merah dengan sampel
jutaan sel darah merah dengan mengeluarkan angka mean corpuscular volume (MCV) dan angka
dispersi mean tersebut. Angka dispersi tersebut merupakan koefisien variasi
volume sel darah merah atau RBC distribution width (RDW). RDW normal berkisar
antara 11,5-14,5%. Peningkatan RDW menunjukkan adanya variasi ukuran sel.
Berdasarkan
pendekatan morfologi, anemia diklasifikasikan menjadi:
o
Anemia makrositik
o
Anemia mikrositik
o
Anemia normositik
a. Anemia
makrositik
Anemia
makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL. Anemia
makrositik dapat disebabkan oleh:
· Peningkatan
retikulosit
Peningkatan
MCV merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua keadaan yang menyebabkan
peningkatan retikulosit akan memberikan gambaran peningkatan MCV
· Metabolisme
abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defisiensi folat atau
cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine,
hidroksiurea)
· Gangguan
maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia akut)
· Penggunaan
alkohol
· Penyakit
hati
· Hipotiroidisme
b. Anemia
mikrositik
Anemia
mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil
(MCV kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan
hemoglobin dalam eritrosit. Dengan penurunan MCH (mean concentration
hemoglobin) dan MCV, akan didapatkan gambaran mikrositik hipokrom pada apusan
darah tepi. Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
· Berkurangnya
Fe: anemia dei siensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia inl amasi, defi siensi
tembaga.
· Berkurangnya
sintesis heme: keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital dan didapat.
· Berkurangnya
sintesis globin: talasemia dan hemoglobinopati.
c. Anemia
normositik
Anemia
normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan ini
dapat disebabkan oleh:
· Anemia
pada penyakit ginjal kronik.
· Sindrom
anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik.
· Anemia
hemolitik:
•
Anemia hemolitik karena kelainan intrinsik
sel darah merah: Kelainan membran (sferositosis herediter), kelainan enzim (dei
siensi G6PD), kelainan hemoglobin (penyakit sickle cell).
•
Anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik
sel darah merah: imun, autoimun (obat, virus, berhubungan dengan kelainan
limfoid, idiopatik), alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat, anemia
hemolitik neonatal), mikroangiopati (purpura trombositopenia trombotik, sindrom
hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan zat kimia (bisa ular).
EVALUASI PENDERITA
Evaluasi
penderita dengan anemia diarahkan untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan:
§ Apakah
penderita mengalami perdarahan saat ini atau sebelumnya?
§ Apakah
didapatkan adanya bukti peningkatan destruksi sel darah merah (hemolisis)?
§ Apakah
terdapat supresi sumsum tulang?
§ Apakah
terdapat defisiensi besi? Apakah penyebabnya?
§ Apakah
terdapat defisiensi asam folat dan vitamin B12? Apakah penyebabnya?
Riwayat penyakit
Beberapa
komponen penting dalam riwayat penyakit yang berhubungan dengan anemia:
§ Riwayat
atau kondisi medis yang menyebabkan anemia (misalnya, melena pada penderita
ulkus peptikum, artritis reumatoid, gagal ginjal).
§ Waktu
terjadinya anemia: baru, subakut, atau life long. Anemia yang baru terjadi pada
umumnya disebabkan penyakit yang didapat, sedangkan anemia yang berlangsung
life long, terutama dengan adanya riwayat keluarga, pada umumnya merupakan
kelainan herediter (hemoglobinopati, sferositosis herediter).
§ Etnis
dan daerah asal penderita: talasemia dan hemoglobinopati terutama didapatkan
pada penderita dari Mediterania, Timur Tengah, Afrika sub-Sahara, dan Asia
Tenggara.
§ Obat-obatan.
Obat-obatan harus dievaluasi dengan rinci. Obat-obat tertentu, seperti alkohol,
asam asetilsalisilat, dan antiinflamasi nonsteroid harus dievaluasi dengan
cermat.
§ Riwayat
transfusi.
§ Penyakit
hati.
§ Pengobatan
dengan preparat Fe.
§ Paparan
zat kimia dari pekerjaan atau lingkungan.
§ Penilaian
status nutrisi.
Pemeriksaan fisik
Tujuan utamanya adalah menemukan tanda
keterlibatan organ atau multisistem dan untuk menilai beratnya kondisi
penderita.
Pemeriksaan
fisik perlu memperhatikan:
§ adanya
takikardia, dispnea, hipotensi postural.
§ pucat:
sensitivitas dan spesii sitas untuk
pucat pada telapak tangan, kuku, wajah atau konjungtiva sebagai prediktor
anemia bervariasi antara 19-70% dan 70-100%.
§ ikterus:
menunjukkan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Ikterus sering sulit dideteksi
di ruangan dengan cahaya lampu artifisial. Pada penelitian 62 tenaga medis,
ikterus ditemukan pada 58% penderita dengan bilirubin >2,5 mg/dL dan pada
68% penderita dengan bilirubin 3,1 mg/dL.
§ penonjolan
tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada talasemia.
§ lidah
licin (atrofi papil) pada anemia
defisiensi Fe.
§ limfadenopati,
hepatosplenomegali, nyeri tulang (terutama di sternum); nyeri tulang dapat
disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit ini ltratif (seperti pada
leukemia mielositik kronik), lesi litik ( pada mieloma multipel atau metastasis
kanker).
§ petekhie,
ekimosis, dan perdarahan lain.
§ kuku
rapuh, cekung (spoon nail) pada anemia dei siensi Fe.
§ Ulkus
rekuren di kaki (penyakit sickle cell,
sferositosis herediter, anemia sideroblastik familial).
§ Infeksi
rekuren karena neutropenia atau defisiensi imun.
Pemeriksaan laboratorium
§ Complete
blood count (CBC)
CBC
terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, ukuran
eritrosit, dan hitung jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium, pemeriksaan
trombosit, hitung jenis, dan retikulosit harus ditambahkan dalam permintaan
pemeriksaan (tidak rutin diperiksa). Pada banyak automated blood counter,
didapatkan parameter RDW yang menggambarkan variasi ukuran sel.
· Pemeriksaan
morfologi apusan darah tepi
Apusan
darah tepi harus dievaluasi dengan baik. Beberapa kelainan darah tidak dapat
dideteksi dengan automated blood counter.
· Sel
darah merah berinti (normoblas)
Pada
keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi. Normoblas dapat
ditemukan pada penderita dengan kelainan hematologis (penyakit sickle cell, talasemia, anemia hemolitik
lain) atau merupakan bagian dari gambaran lekoeritroblastik pada penderita
dengan bone marrow replacement. Pada
penderita tanpa kelainan hematologis sebelumnya, adanya normoblas dapat
menunjukkan adanya penyakit yang mengancam jiwa, seperti sepsis atau gagal
jantung berat.
· Hipersegmentasi
neutrofil
Hipersegmentasi
neutroi l merupakan abnormalitas yang ditandai dengan lebih dari 5% neutrophil
berlobus >5 dan/atau 1 atau lebih neutrofil berlobus >6. Adanya
hipersegmentasi neutrofil dengan gambaran makrositik berhubungan dengan
gangguan sintesis DNA (dei siensi vitamin B12 dan asam folat).
· Hitung
retikulosit
Retikulosit
adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa persentasi dari
sel darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit absolut
terkoreksi, atau reticulocyte production
index. Produksi sel darah merah efektif merupakan proses dinamik. Hitung
retikulosit harus dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi pada penderita
tanpa anemia. Rumus hitung retikulosit terkoreksi adalah:
Hitung retikulosit terkoreksi = % retikulosit x hematocrit
penderita
45
Faktor
lain yang memengaruhi hitung retikulosit terkoreksi adalah adanya pelepasan
retikulosit prematur di sirkulasi pada penderita anemia. Retikulosit biasanya
berada di darah selama 24 jam sebelum mengeluarkan sisa RNA dan menjadi sel
darah merah. Apabila retikulosit dilepaskan secara dini dari sumsum tulang,
retikulosit imatur dapat berada di sirkulasi selama 2-3 hari. Hal ini terutama
terjadi pada anemia berat yang menyebabkan peningkatan eritropoiesis.
Perhitungan hitung retikulosit dengan koreksi untuk retikulosit imatur disebut
reticulocyte production index (RPI).
RPI = (retikulosit x hematokrit penderita / 45)
Faktor
koreksi
Faktor
koreksi dapat dilihat pada tabel berikut:
Hematokrit
penderita (%)
|
Faktor
koreksi
|
40-45
|
1,0
|
35-39
|
1,5
|
25-34
|
2,0
|
15-24
|
2,5
|
<15
|
3,0
|
RPI
di bawah 2 merupakan indikasi adanya kegagalan sumsum tulang dalam produksi sel
darah merah atau anemia hipoproliferatif. RPA 3 atau lebih merupakan indikasi
adanya hiperproliferasi sumsum tulang atau respons yang adekuat terhadap
anemia.
· Jumlah
leukosit dan hitung jenis
Adanya
leukopenia pada penderita anemia dapat disebabkan supresi atau infiltrasi
sum-sum tulang, hipersplenisme atau defisiensi B12 atau asam folat.
Adanya
leukositosis dapat menunjukkan adanya infeksi, inflamasi atau keganasan
hematologi. Adanya kelainan tertentu pada hitung jenis dapat memberikan
petunjuk ke arah penyakit tertentu:
o
Peningkatan hitung neutrofil absolut pada
infeksi
o
Peningkatan hitung monosit absolut pada
mielodisplasia
o
Peningkatan eosinofil absolut pada infeksi
tertentu
o
Penurunan nilai neutrofil absolut setelah
kemoterapi
o
Penurunan nilai limfosit absolut pada
infeksi HIV atau pemberian kortikosteroid
o
Jumlah trombosit
Abnormalitas
jumlah trombosit memberikan informasi penting untuk diagnostik. Trombositopenia
didapatkan pada beberapa keadaan yang berhubungan dengan anemia, misalnya
hipersplenisme, keterlibatan keganasan pada sumsum tulang, destruksi trombosit
autoimun (idiopatik atau karena obat), sepsis, dei siensi folat atau B12.
Peningkatan jumlah trombosit dapat ditemukan pada penyakit mieloproliferatif,
defisiensi Fe, inflamasi, infeksi atau keganasan. Perubahan morfologi trombosit
(trombosit raksasa, trombosit degranulasi) dapat ditemukan pada penyakit
mieloproliferatif atau mielodisplasia.
· Pansitopenia
Pansitopenia
merupakan kombinasi anemia, trombositopenia dan netropenia. Pansitopenia berat
dapat ditemukan pada anemia aplastik, defisiensi folat, vitamin B12, atau
keganasan hematologis (leukemia akut). Pansitopenia ringan dapat ditemukan pada
penderita dengan splenomegali dan splenic trapping sel-sel hematologis.
Evaluasi
kadar hemoglobin dan hematokrit secara serial dapat membantu diagnostik.
Contoh: Pada seorang penderita, Hb turun dari 15 g% menjadi 10 g% dalam 7 hari.
Bila disebabkan oleh ganguan produksi total (hitung retikulosit = 0) dan bila
destruksi sel darah merah berlangsung normal (1% per hari), Hb akan turun 7%
dalam 7 hari. Penurunan Hb seharusnya 0,07 x 15 g% = 1,05 g%. Pada penderita
ini, Hb turun lebih banyak, yaitu 5 g%, sehingga dapat diasumsikan supresi
sumsum tulang saja bukan merupakan penyebab anemia dan menunjukkan adanya
kehilangan darah atau destruksi sel darah merah.
Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel darah merah (MCV) dan RDW dapat dilihat pada
table berikut:
MCV
|
Normal
RDW
|
Peningkatan
RDW
|
Mikrositik
(MCV
<80 fL)
|
Talasemia,
anemia inflamasi, trait
hemoglobinopati
|
Defisiensi
Fe, penyakit HbH, beberapa kasus anemia inflamasi, beberapa kasus talasemia,
fragmentasi hemolisis
|
Normositik
(MCV
80-100 fL)
|
Anemia
inflamasi, sferositosis herediter, trait hemoglobinopati, perdarahan akut
|
Awal
atau partialy treated defisiensi Fe
atau defisiensi vitamin, penyakit sickle
cell
|
Makrositik
(MCV
>100 fL
|
Anemia
aplastic, mielodisplasia
|
Defisiensi
B12, folat, anemia hemolitik autoimun, cold
agglutinin disease, penyakit tiroid, alkohol
|
Klasifikasi
anemia makrositik berdasarkan hitung retikulosit dapat dilihat pada bagan
berikut:
Klasifikasi
anemia normositik atau makrositik dengan peningkatan hitung retikulosit dapat
dilihat pada bagan berikut:
Penyebab
anemia normositik normokrom tanpa peningkatan respons retikulosit dapat dilihat
pada tabel berikut:
Gambaran
morfologi apus darah tepi
|
Evaluasi
|
Leukoeritroblastosis
|
Proses
mieloptisis: pemeriksaan sum-sum tulang untuk space accupying lesion (metastasis tumor, limfoma, mielofibrosis)
|
Leukosit
abnormal
|
Leukimia,
limfoma pemeriksaan sum-sum tulang
|
Rouleaux
|
Mieloma
multiple: elektroforesis serum dan urine, foto tulang (lesi litik),
pemeriksaan sum-sum tulang.
|
Tidak
ada sel abnormal
|
Anemia
inflamasi, anemia sideroblastik: evaluasi penyakit dasar, ferritin, TIBC,
saturasi transferrin, pemeriksaan sum-sum tulang
|
Klasifikasi
anemia mikrositik dapat dilihat pada bagan berikut:
Untuk
membedakan anemia defisiensi Fe dengan anemia inflamasi dapat dilihat pada
bagan
berikut:
Indikasi pemeriksaan sumsum
tulang pada penderita anemia:
1. Abnormalitas
hitung sel darah dan/atau morfologi darah tepi
· Sitopenia
dengan penyebab tidak diketahui
· Leukositosis
dengan penyebab tidak diketahui atau disertai leukosit abnormal
· Sel
teardrops atau leukoeritroblastosis
Sel
teardrops
|
Leukoeritroblastosis |
· Rouleaux
· Tidak
ada atau rendahnya respons retikulosit terhadap anemia
2. Evaluasi
penyakit sistemik
· Splenomegali,
hepatomegali, limfadenopati yang tidak diketahui penyebabnya
· Staging
tumor: limfoma, tumor solid
· Pemantauan
efek kemoterapi
· Fever
of unknown origin (dengan kultur sumsum tulang)
· Evaluasi
trabekular tulang pada penyakit metabolic
RINGKASAN
Anemia (hemoglobin di bawah 13 g% pada pria
dan di bawah 12 g% pada wanita) merupakan gejala dan tanda dari
penyakit-penyakit tertentu yang harus dicari penyebabnya. Anemia dapat
disebabkan karena berkurangnya produksi, meningkatnya destruksi atau kehilangan
sel darah merah. Berdasarkan morfologi, anemia dapat diklasfikasikan menjadi
anemia makrositik, anemia mikrositik, dan anemia normositik. Gejala klinis,
parameter MCV, RDW, hitung retikulosit, dan morfologi apus darah tepi digunakan
sebagai petunjuk diagnosis penyebab anemia.
DAFTAR PUSTAKA
Karnath
BM. Anemia in the adult patient. Hospital Physician 2004:32-6.
Mehta
BC. Approach to a patient with anemia. Indian J Med Sci. 2004;58:26-9.
Perkins
S. Diagnosis of anemia. Sneek Peek Prac Diag of Hem Disorders, p : 3-16.
Schrier SL. Approach to the adult patient with anemia.
January 2011. [cited 2011, June 9]. Available from: www.uptodate.com
Schrier SL. Approach to the diagnosis of hemolytic
anemia in the adult. January 2011. [cited 2011, June 9 ]. Available from: www.uptodate.com
Schrier
SL. Macrocytosis. January 2011. [cited 2011, June 9 ]. Available from: www.uptodate.com
Teferi
A. Anemia in adults : A contemporary approach to diagnosis. Mayo Clin Proc.
2003;78:1274-80.
No comments:
Post a Comment